KENYAMANAN WARGA DESA SAMBIK BANGKOL TERUSIK GARA-GARA TANAH KAPLINGAN
Rhony Susanto, S. Pd 12 Oktober 2016 17:33:16 WIB
Setelah 30 tahun kehidupan warga Desa Rempek dan Sambik Bangkol, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara hidup penuh kedamaian, kini kembali terusik, akibat tanah tempat tinggal mereka tiba-tiba diklaim oleh Kesatuan Pengelola Hutan -KPH Rinjani sebagai kawasan hutan.
Warga Desa Rempek dan Sambik Bangkol – pun semakin resah, apalagi tanah yang mereka jadikan pemukiman tersebut merupakan tanah adat.Karena itu, warga melalui Kuasa Hukumnya dari Ekadana dan Associates, Iga Putu Candry Punar, bersama Deni Arifef Riyanto, Yadi Adrianus, dan Salahudin, meminta Gubernur NTB mencabut dan membatalkan SK yang menetapkan tanah di Desa Rempek masuk kawasan hutan.
Iga Putu Candry menjelaskan turunnya SK Gubernur membuat warga melakukan perlawanan, Terlebih oknum pejabat Dishut telah membuat opini warga melawan pemerintah dan melakukan penebangan hutan secara ilegal.
Oknum pegawai Dishut juga menangkap warga dengan tuduhan ilegal loging. Padahal, lokasinya itu jauh diatas tapal kawasan hutan. Masyarakat yang jaga hutan, malah dituduh maling kayu,” ujarnya heran.
Persoalan ini mencuat lagi, gara-gara seorang warga yang menebang kayu pada tanah miliknya ditangkap KPH Rinjani. Warga Desa Rempek dituduh mencuri kayu di kawasan hutan.Merasa diklaim, warga melakukan serangkaian pelawanan. Beberapa hari yang lalu, mereka mengadakan pertemuan yang dihadiri sekitar 700 orang warga.
Warga menyampaikan keluhan terhadap klaim yang dilakukan Dishut, serta penyataan oknum pejabat di media. Menurutnya, pernyataan itu membuat warga terusik, karena tempat tinggal mereka digerogoti. Permasalahan ini muncul sejak keluarnya surat dari Dinas Kehutanan Provinsi NTB tahun 1991, yang akhirnya melahirkan SK Gubernur, agar tanah GG ini dihapuskan,” jelas dia.
Tanah yang ditempat warga yang dijadikan pemukiman itu, bukan kawasan hutan diperkuatkan dengan surat yang diterbitkan BPN tahun 1991. Iga Putu mengungkapkan, setelah terbitnya surat itu hingga tahun 2014, tidak pernah ada persoalan yang muncul.
BPN sendiri mengeluarkan surat dengan nomor 460.2/199/1991 , Agustus 1991. Surat itu dilayangkan kepada Gubernur agar mengambil sikap terhadap penyelesaian sengketa tanah GG, yang penggunaan tanahnya berupa hutan. Itu dilakukan supaya tidak menimbulkan kekeliruan dengan kawasan hutan.
Ia menambahkan, bukti lain yang menyebutkan bukan kawasan hutan Negara, adanya bangun mesjid yang diresmikan Bupati Lombok Barat kala itu, H Mujitahid. Pembangunan mesjid itu menandakan bukan kawasan hutan. Karena itu, Ia berharap persoalan ini harus segera di luruskan agar tidak menimbulkan penapsiran keliru terhadap tanah milik rakyat.
Komentar atas KENYAMANAN WARGA DESA SAMBIK BANGKOL TERUSIK GARA-GARA TANAH KAPLINGAN
Formulir Penulisan Komentar
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Jumlah Pengunjung |